5.1.09

Palasari - Toko Fortuna - Pak Faturi


This writing is taken from my journal in December 2008:
Samstag, 27. Dezember 2008
in this special day, I went to Bandung (a runaway after what has happened the day before) and visited Palasari.

And our journey continued to Palasari. Where I bought almost 90% of my belonging books. We went directly to Toko Fortuna owned by our nice Pak Faturi. Guess what? We couldn’t find that unforgettable bookstore. It was vanished. I asked the storekeeper next to its store and he said, after the fire that burned Palasari around August 2007, Pak Faturi never really survived. So now, there’s no Toko Fortuna in Palasari. Pak Faturi rented it and now it sells different kind of books under a different name.

My heart really broke into pieces when I heard this. My Toko Fortuna? One place I love to visit in Bandung if I need book supply. Not only to see the book but also to meet Pak Faturi with his addicted to Mira W (do you know, everytime I go there and ask Pak Faturi, what’s the new book in his store? He always, always, always …. gives me the latest book from Mira W ).

If I want to buy something there Pak Faturi usually offers me so many books. He would give me so many suggestions and options. So, in the end there will be a high stack of books on his table and I only buy like one or two books only. Sometimes, he even allows me to pay it later when my money … well not really enough (because I want to buy so many books) … simply because he feels sorry for me (but I pay it as soon as possible, really!).

One day, May 13th, 2003 after I had my long awaited Sidang Skripsi, me and my friends went to Toko Fortuna. And I guess, before I had a chance to tell my own Pa, Pak Faturi is the first person who knew that I officially graduated that day. I bought one book by Roald Dahl (The Twits) to celebrate that day. And I guess I wanted to share my happiness with Pak Faturi too.

(Sigh!) Well, I don’t really like this kind of changing. I still can’t believe it. Like I went to a different Palasari this afternoon. There’s no Palasari without Toko Fortuna. And Palasari would never be the same without Pak Faturi.


I quoted this sentences below from Kata Pengantar in my Skripsi:

Saya juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

....

17. Pak Faturi Firmansyah untuk semua buku-buku yang berhasil saya miliki selama kuliah dan atas pengertiannya tentang jenis buku yang paling saya sukai.

...


10.11.04

politik dan aku

Hari Sabtu kemarin, ceritanya kita reunian di nikahannya Ritha. Yang datang ya muka-muka lama. Terkecuali Yulendra. Wah, jarang-jarang kan ketemu bapak yang satu ini. Yule masih sama kayak dulu hanya rambutnya itu lo yang luar biasa! Nah, kemarin itu, Yule sempat ngomentarin ketertarikan gw ama politik.
Entah gimana yang lain tapi masa kuliah adalah masa gw berkenalan dengan berbagai aliran ekstrim yang tadinya tidak gw ketahui sebagai anak sma yang lugu dan manis. Jadilah selama jadi mahasiswa gw punya sejuta idealisme yang nanti setelah bekerja, (katanya) bakal mengalami perubahan lagi. Sehingga, masuk kampus disambut dengan demo di boulevard, selebaran2, spanduk2 ama tempelan poster2 politik bukanlah hal yang aneh lagi. Terus terang gw bukan aktivis kampus, bukan juga partai atau bahkan jadi caleg (hehehehe). Gw baru sekali ngerasain ikut demo yg sebenarnya ke Jakarta waktu zaman jatuhnya Gus Dur. Itupun buat gw lebih kayak wisata politik karena gw mendadak jadi guide untuk teman-teman gw saat berdemo di sepanjang jalan2 utama Jakarta. Itu bunderan HI, itu Hotel Indonesia, itu rumahnya Bu Mega, itu kedutaan ini, itu istana presiden dst. Bahkan gw menikmati itu semua bukan sepenuhnya untuk berdemo tapi juga sekalian jalan-jalan. Walaupun tinggal di Jakarta, rasanya kalo gak perlu2 amat gw gak bakal lewat jalan2 itu. Hanya kapok juga karena setelah gw pikir2, gak ngaruh juga buat Gus Dur didemo dengan cara seperti itu. Lagian panas banget (heheheh...besoknya masuk kuliah dengan muka merah terbakar) dan gw gak setuju dengan cara demo yg agak2 merampas kepentingan pengguna jalan. Duh, bikin banyak orang menghujat tuh.
Tapi semua itu membuat gw menyadari walau gw bukan anak fisip (fak.ilmu sosial&politik) atau kader partai tertentu atau bahkan caleg (gak mungkin bgt) namun gw pengen peduli sama nasib negara ini dengan cara gw sendiri. Mungkin dulu bisa dengan ikutan demo (yang gak serius) dan sekarang sekedar jadi komentator dengan pengetahuan terbatas. Insya Allah dengan menyadari keterbatasan ini akan membuat gw mau tahu lagi, mau belajar lebih banyak dan ikut peduli. Makanya ya mungkin banyak komentar gw yg salah tapi buat gw sih ini udah awal yang bagus (pede dikit boleh dong!).
Selain itu sih, alasan utamanya karena gak punya bahan cerita aja di milis (kasus yang sama terjadi pada Harry Potter. Terbukti sampai detik ini gw belum juga nonton tu film, hanya suka heboh sendiri seolah gw penggemar terberatnya. well, iya sih... :> ).
Alasan lainnya adalah untuk mengasah kemampuan menulis. Ada seorang pengarang (yg sangat gw kagumi) yang bilang kalau menulis adalah bekerja untuk keabadian. Gw sangat berharap bisa jadi penulis dan punya buku yang bakal diingat oleh orang yang suka ama buku itu. Gw juga berharap bisa seperti Bilbo atau Frodo Baggins yang menempuh petualangan luar biasa sebelum menulis bukunya (amiin). So, maafkanlah diriku ini yang suka sok jadi komentator.